Perkembangan Tari Kreasi Baru
Tari
tradisional di sini bertujuan untuk menunjukkan sekelompok khazanah tari yang
sudah cukup lama berkembang sebagai warisan dari leluhur kita. Pada umumnya,
tari tradisional telah memiliki prinsip-prinsip aturan yang sesuai dengan
wilayah atau kedaerahannya (aturan yang sudah mentradisi). Adapun yang disebut
tari kreasi baru adalah sekelompok khazanah tari di Indonesia yang pada umumnya
sudah melepaskan diri dari aturan-aturan tari yang sudah membaku tersebut.
Dengan kata lain, tari kreasi baru (nontradisi) ini merupakan wujud garapan
tari yang hidupnya relatif masih muda, lahir setelah tari tradisi berkembang
cukup lama, serta tampak dalam wujud garapan tarinya itu telah ditandai adanya
pembaharuan-pembaharuan.
Tari tradisional pada dasarnya ada yang tergolong ke
dalam rumpun tari rakyat dan ada pula yang tergolong ke dalam rumpun tari
klasik. Pengertiantari rakyat ini lebih dititikberatkan kepada tarian yang
memiliki ciri-ciri bahwa wujud tariannya tampak sangat berkaitan sekali dengan
peristiwa-peristiwa kedaerahan dengan tema yang disesuaikan pula dengan
peristiwa kedaerahannya. Dengan kata lain, tari rakyat adalah tarian yang hidup
dan didukung oleh masyarakat daerah secara turun temurun dan telah dianggap
sebagai milik rakyat di daerah tersebut, serta tampak lebih komunikatif dan
relatif mudah dimengerti baik dalam bentuk tari maupun sarana bertemakan
kehidupan rakyat tersebut. Ada lagi tari rakyat yang betul-betul mandiri atau
tidak lagi menyatu dengan upacara-upacara tertentu dan ada pula yang semulanya
menyatu di dalam suatu upacara atau pada suatu kesenian rakyatnya.
Tari rakyat yang hidup di negara kita, misalnya tari
Sisingaan, tari Banyet, tari Ronggeng Gunung, tari Surak Ibra (Jawa Barat);
tari Tledek, tari Kuda Kepang (Jawa Tengah); tari Joged, tari Jegeg (Bali);
tari Tor-tor Huda-huda (Sumatra Utara); tari Jejer, tari Seblang (Jawa Timur);
tari Jepein (Kalimantan); tari Cokek (Jakarta); tari Ula-ula Lembing (Aceh);
tari Lumense (Sulawesi); tari Gandrung (Lombok), dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebudayaan, tari
klasik punmengalami transformasi. Beberapa tari klasik telah mengalamai
pengolahan lagi, atau telah terjadi pengembangan penggarapan gerak di mana
keindahan disalurkan melalui seperangkat sistem perlambang yang diwujudkan
melalui pola-pola gerak yang telah ditentukan. Tari klasik yang ini,
seolah-olah telah memiliki perbendaharaan gerak yang tertentu dan standardisasi
atau patokan-patokan yang membaku/jelas. Begitu pula unsur-unsur seni lainnya
yang berfungsi sebagai penunjangnya telah diatur dan ditentukan secara teliti
sehingga walaupun tari rakyat termasuk ke dalam kelompok tari pertunjukan,
namun penggarapan tari klasik relatif memiliki nilai artistik yang lebih tinggi
atau digarap atas keseimbangan rasa/emosi dan rasio secara maksimal menurut
tuntutan kesadaran estetik yang telah membaku.
Tari-tarian yang tergolong kepada kelompok tari kreasi
baru atau nontradisional terbagi menjadi dua bagian, yaitu tari kreasi baru
yang tampak warna-warna tari tradisinya atau masih tampak ada dalam kerangka
tari tradisi (pengembangan saja) dan ada pula tari kreasi baru yang sama sekali
sudah melepaskan diri dari warna-warna tradisinya (lepas dari kerangka
tradisinya). Tari Oleg Tambulilingan dan tari Kebyar (Bali); tari Bondan dan
tari Gambyong (Jawa Tengah); tari Mallatu dan tari Anging Mamiri (Sulawesi)
tari Kandangan, tari Kupu-kupu, dan tari Topeng Koncaran (Jawa Barat); adalah
beberapa contoh tarian Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok tari kreasi
baru yang masih tampak warna-warna tari tradisinya.
Tari-tarian kreasi baru yang lepas sama sekali dari warna
atau kerangka tari tradisinya, sampai saat ini hanya berkembang di kota-kota
tertentu saja, seperti di Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Denpasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar