Jumat, 22 Februari 2013

Perkembangan tari kreasi baru


Perkembangan Tari Kreasi Baru

Tari tradisional di sini bertujuan untuk menunjukkan sekelompok khazanah tari yang sudah cukup lama berkembang sebagai warisan dari leluhur kita. Pada umumnya, tari tradisional telah memiliki prinsip-prinsip aturan yang sesuai dengan wilayah atau kedaerahannya (aturan yang sudah mentradisi). Adapun yang disebut tari kreasi baru adalah sekelompok khazanah tari di Indonesia yang pada umumnya sudah melepaskan diri dari aturan-aturan tari yang sudah membaku tersebut. Dengan kata lain, tari kreasi baru (nontradisi) ini merupakan wujud garapan tari yang hidupnya relatif masih muda, lahir setelah tari tradisi berkembang cukup lama, serta tampak dalam wujud garapan tarinya itu telah ditandai adanya pembaharuan-pembaharuan.
Tari tradisional pada dasarnya ada yang tergolong ke dalam rumpun tari rakyat dan ada pula yang tergolong ke dalam rumpun tari klasik. Pengertiantari rakyat ini lebih dititikberatkan kepada tarian yang memiliki ciri-ciri bahwa wujud tariannya tampak sangat berkaitan sekali dengan peristiwa-peristiwa kedaerahan dengan tema yang disesuaikan pula dengan peristiwa kedaerahannya. Dengan kata lain, tari rakyat adalah tarian yang hidup dan didukung oleh masyarakat daerah secara turun temurun dan telah dianggap sebagai milik rakyat di daerah tersebut, serta tampak lebih komunikatif dan relatif mudah dimengerti baik dalam bentuk tari maupun sarana bertemakan kehidupan rakyat tersebut. Ada lagi tari rakyat yang betul-betul mandiri atau tidak lagi menyatu dengan upacara-upacara tertentu dan ada pula yang semulanya menyatu di dalam suatu upacara atau pada suatu kesenian rakyatnya.

tari-gamdrung

Tari rakyat yang hidup di negara kita, misalnya tari Sisingaan, tari Banyet, tari Ronggeng Gunung, tari Surak Ibra (Jawa Barat); tari Tledek, tari Kuda Kepang (Jawa Tengah); tari Joged, tari Jegeg (Bali); tari Tor-tor Huda-huda (Sumatra Utara); tari Jejer, tari Seblang (Jawa Timur); tari Jepein (Kalimantan); tari Cokek (Jakarta); tari Ula-ula Lembing (Aceh); tari Lumense (Sulawesi); tari Gandrung (Lombok), dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebudayaan, tari klasik punmengalami transformasi. Beberapa tari klasik telah mengalamai pengolahan lagi, atau telah terjadi pengembangan penggarapan gerak di mana keindahan disalurkan melalui seperangkat sistem perlambang yang diwujudkan melalui pola-pola gerak yang telah ditentukan. Tari klasik yang ini, seolah-olah telah memiliki perbendaharaan gerak yang tertentu dan standardisasi atau patokan-patokan yang membaku/jelas. Begitu pula unsur-unsur seni lainnya yang berfungsi sebagai penunjangnya telah diatur dan ditentukan secara teliti sehingga walaupun tari rakyat termasuk ke dalam kelompok tari pertunjukan, namun penggarapan tari klasik relatif memiliki nilai artistik yang lebih tinggi atau digarap atas keseimbangan rasa/emosi dan rasio secara maksimal menurut tuntutan kesadaran estetik yang telah membaku.
Tari-tarian yang tergolong kepada kelompok tari kreasi baru atau nontradisional terbagi menjadi dua bagian, yaitu tari kreasi baru yang tampak warna-warna tari tradisinya atau masih tampak ada dalam kerangka tari tradisi (pengembangan saja) dan ada pula tari kreasi baru yang sama sekali sudah melepaskan diri dari warna-warna tradisinya (lepas dari kerangka tradisinya). Tari Oleg Tambulilingan dan tari Kebyar (Bali); tari Bondan dan tari Gambyong (Jawa Tengah); tari Mallatu dan tari Anging Mamiri (Sulawesi) tari Kandangan, tari Kupu-kupu, dan tari Topeng Koncaran (Jawa Barat); adalah beberapa contoh tarian Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok tari kreasi baru yang masih tampak warna-warna tari tradisinya.
Tari-tarian kreasi baru yang lepas sama sekali dari warna atau kerangka tari tradisinya, sampai saat ini hanya berkembang di kota-kota tertentu saja, seperti di Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Denpasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar